Be Diverse Be Tolerant : Pertama Kali Sembahyang di Kongcho

Hi readers,

Mungkin ini posting tentang budaya terutama keberagaman budaya yang akan menutup menjelang tahun baru 2019. Berjudul "Be Diverse Be Tolerant" , kalau kalian mengikuti Puteri Indonesia 2018. Sonia Fergina yang sekaligus mengikuti ajang Miss Universe 2018-lah yang mengusung tema ini dalam kampanyenya. Kalimat ini memang pas dengan kondisi sosial dan politik ketika itu bahkan hingga kini. 

Indonesia dengan keberagaman budaya, tentunya sangat pas disatukan dengan "Bhineka Tunggal Ikka" yang artinya berbeda-beda tetap satu jua.
Walaupun dengan berbagai keberagaman suku, agama, dan ras kita harus tetap toleransi.

Saat ini sangat banyak isu-isu SARA yang digunakan untuk menghancurkan tatanan keharmonisan berbangsa dan bernegara. Apalagi di era digital saat ini banyak sekali penyebaran berita HOAX yang menyangkut SARA. Sebagai pengguna sosial media, aku justru tidak setuju jika sosial media disalahkan begitu saja. Seharusnya kita sebagai pengguna yang harus lebih bijak, tahu apa yang kita dapat dari sosial media, dan kita sebarkan ke sosial media tersebut,

Bali yang merupakan salah satu dari 34 provinsi di Indonesia sekaligus destinasi wisata tertinggi di Indonesia, sejak dahulu sudah menjadi salah satu daerah dengan keberagaman yang tinggi dari segi wisatawan maupun pendatang. Walaupun mayoritasnya beragama Hindu, Bali tetap menjaga toleransi.

Pernahkah kalian mendengar toleransi umat Hindu-Tionghoa di Bali ?
Di Bali juga terdapat Kongcho yang keberadaannya dijaga dan dihormati oleh warga sekitar. 


Bagaimana jika aku sembahyang juga di Kongcho ? Aku rasa tidak salah selama aku merasa nyaman dan ikhlas menjalani puja tersebut.
Seperti halnya pada Sabtu, 7 Desember 2019 saat Hari Suci Saraswati.
Aku dan Kresna melakukan persembahyangan ke beberapa pura diantaranya Pura Tanah Kilap, Pura Luhur Candi Narmada, Pura Ratu Gede Ring Nusa di Jimbaran, dan Padmasana di kampus kami.


Nah salah satu yang menarik seusai sembahyang di Pura Luhur Candi Narmada, aku dan Kresna mengunjungi Griya Kongcho Dwipayana yang terletak dalam satu kawasan dengan Pura Luhur Candi Narmada.

Sebelumnya aku ingin menegaskan bahwa maksud masuk dan sembahyang di Kongcho bukan  untuk mengejar feed instagram atau bagian dari konten. 
Aku tahu hal ini pasti akan sangat sensitif untuk dibagikan di sosial media. Mungkin akan ada yang bertanya, 

"Agama kamu apa?"
"Memangnya kamu ada keturunan Tionghoa ?"
"Kok kepercayaanmu mudah dicampur-campur ?"

Aku memang beragama Hindu keturunan Bali, (em ya walaupun aku juga lebih percaya kalau leluhurku sebenarnya juga berasal dari Jawa - Keturunan Arya dari masa Majapahit saat datang ke Bali). Tapi aku ingin tahu juga lho, keberagaman dan toleransi Hindu-Tionghoa.


Pertama saat masuk, aku melepas alas kaki. 
Nah karena ini pertama kalinya ke sini, aku tidak mempersiapkan bunga dan buah seperti orang-orang. Jadi aku hanya menghaturkan canang dan dupa saja.

Berjalan sesuai urutan nomor pada tempat persembahyangan lalu menancapkan dupa sesuai jumlah yang sudah disebutkan pada urutan persembahyangan.




Sebagai orang yang pertama kali masuk ke dalam Kongcho, aku sangat ingin tahu tapi tetap harus fokus karena ini tempat ibadah. Beda halnya dengan Kresna yang sudah pernah sebelumnya ke Kongcho ini saat menjabat sebagai Duta Wisata pada masanya. 

Datang untuk pertama kalinya aku disambut dengan bangunan arsitektur Tionghoa, aksara dari Tionghoa, patung Sang Budha, perwujudan Dewa-Dewi menurut mitologi Tionghoa, aturan sembahyang dengan menancapkan dupa, dan sangat indah.

Aku saat itu berusaha pelan-pelan membaca nama Dewa-Dewi sambil memperhatikan dengan betul berapa dupa yang ditancapkan tersebut.



Oiya, dari beberapa sumber yang aku baca antara Hindu dan Budha terdapat perbedaan cara pandang. Tapi terdapat tidak sedikit kesamaan. Aku mungkin belum memiliki kapasitas untuk menjelaskan hal ini. Aku hanya ingin menyampaikan, walaupun keyakinan dan tradisi kita berbeda dengan orang lain jangan pernah menghujat.


"semoga sehat, selamat, diberi kedamaian dan selalu bersyukur."



Ketika sudah selesai, orang suci di Kongcho memerciki kami air suci dan beras berwarna kuning kemudian ditempelkan di dahi, hal ini sama seperti sesuai sembahyang di Pura. 


Ada dua kutipan Sang Budha yang dapat dipahami secara universal oleh orang awam sekalipun. 
"Ketika kita meyakini suatu hal jangan sampai menyakiti keyakinan orang lain."
"Kita harus mau sadar, bahwa berbuat dharma/kebaikan adalah hal yang utama."

Harapan aku tentang 2020, kita semua lebih belajar dan sadar.
Aku sangat sedih tiap dengar/baca berita tentang SARA yang mengkhawatirkan. Tapi kalau dengar tentang prestasi anak bangsa dan pencapaian negeri ini, aku jadi semangat belajar dan berkarya.

"Aku bersyukur hidup nyaman di negeri ini walaupun minoritas. Semoga kondisi tidak berubah dan bisa saling menghargai ya."

INDONESIA memang penuh keberagaman. Kalau kita membuka mata dan hati tentang bersyukur, sebenarnya kita punya kekayaan dan kita bisa maju.. Tapi, kita kurang peka untuk menggali potensi. Kita sibuk dengan urusan yang seharusnya tidak perlu jadi penghalang.

Kalau saja kita fokus pada pencapaian belajar, kita fokus berkarya, tidak berpikir untuk menghujat, pasti kita akan tersenyum dalam keberagaman. 



INDONESIA is a country with diversity. We need a tolerance to be more wonderful. 

See you soon

Comments

Jangan lupa subcribe